SCMA: Apakah Akan Diuntungkan Karena World Cup Qatar 2022?

by Minsya
4 minutes read

SCMA dan Piala Dunia Qatar 2022 sedang menjadi sorotan dunia. Dari mulai kontroversi sebelum piala dunia di mulai hingga sensasi gelaran yang mewah nan glamor ala sultan minyak Arab. Seluruh mata sedang tertuju kesana, terutama bagi insan pencinta sepakbola dalam negeri. Momen satu kali setiap 4 tahun ini tentunya menjadi momen yang sangat menguntungkan untuk beberapa pihak. Siapa lagi kalo bukan pihak yang mendapatkan hak lisensi penyiaran pertandingan Piala Dunia di Indonesia.

Hanya ada satu pihak (company) saja yang mendapatkan hak ini di Indonesia, yaitu PT Surya Citra Media Tbk. (kode saham: SCMA). SCMA selaku raksasa pertelevisian Indonesia memang seringkali mendapatkan hak siar ajang sepakbola begengsi seperti Premier League (Liga Inggris). Sehingga, karena hanya ada satu perusahaan yang memiliki lisensi ini, maka akan membuat SCMA diuntungkan di momen kali ini. Viewers channel SCMA akan meningkat dan rate iklan akan meningkat juga.

Lalu bagaimana prospek dan kinerja bisnis SCMA? Dan bagaiman kinerja keuangannya saat ini? Let’s go kita bahas sama-sama.

Sebelum kita bahas mengenai kinerja keuangan, kita perlu tahu dulu apa bisnis yang dijalani oleh SCMA. SCMA pada dasarnya merupakan perusahaan media. SCMA memiliki dua bisnis media televisi, yaitu SCTV (Surya Citra Televisi) dan Indosiar. Dua televisi inilah yang menjadi core bisnis dari SCMA.

Namun, SCMA ternyata tidak hanya mengandalkan media televisi saja tapi juga memiliki media digital untuk menghadapi perkembangan zaman dan permintaan dari konsumen. SCMA memiliki beberapa portal website seperti Liputan 6, Kapan Lagi Dot Com, Fimela, Bola Net, Bola Dot Com, Merdeka, Otosia. 

SCMA

Selain website, SCMA juga merupakan pemilik media digital Vidio.com – salah satu pemain OTT (Over The Top) terbesar di Indonesia. Dan bahkan sudah mampu mengalahkan pamor Netflix dan Disney+ di Indonesia. Vidio cukup ramai di gandrungi anak muda dalam negeri karena konten original (film dan series) asli karya Indonesianya. 

Source of Growth Baru: Vidio.com

Vidio sendiri sudah berdiri sejak tahun 2014 lalu dan dimiliki oleh PT Kreatif Media Karya. Yang mana perusahaan tersebut sebenarnya juga punya hubungan afiliasi dengan SCMA dan grup Emtek. Namun, pada tahun 2019, kepemilikan berganti ke tangan SCMA. 

Vidio.com menunjukkan perkembangan yang masif semenjak di bawah SCMA. Dari tahun 2020 hingga TTM Q3 2022, pendapatan Vidio bertumbuh 53% secara CAGR. Di tahun 2020 lalu, pendapatan Vidio sebesar Rp 301 Miliar. Dan perkiraannya hingga akhir tahun 2022, pendapatan Vidio sudah mencapai Rp 703 Miliar. Pandemi Covid-19 dan kebijakan PPKM juga menjadi “berkah” tersendiri bagi Vidio dengan terus mencatatkan angka pengguna aktif aplikasi Vidio. Masyarakat yang juga sudah bosan harus stay di rumah terus, tentunya akan memilih media OTT seperti Vidio.com untuk menjadi alternative hiburan.

Meskipun begitu, Vidio.com sayangnya masih mencatatkan kerugian operasional dan belum mampu membukukan profit. Selayaknya perusahaan semacam Netflix dan Disney+, memang wajar Vidio diawal perkembangannya masih merugi. Apalagi kedepanya Vidio semakin serius dalam meningkatkan persediaan konten original mereka. Dan ini membutuhkan capex yang tentunya tidak sedikit. Dan hal ini sudah terlihat di tahun ini, dimana kerugian Vidio membengkak dibandingkan tahun sebelumnya.

Kinerja Keuangan Yang Tetap Solid

Perusahaan media televisi seperti SCMA sempat “dijauhi” pasar karena disrupsi media digital advertising seperti facebook, goggle, dll. Namun, hingga kini kinerja SCMA masih cukup solid. Dan termasuk perusahaan yang cukup profitable. Hal ini bisa terlihat dari tangkat ROE yang selalu konsisten >10% setiap tahunnya.

Bahkan ROE SCMA pernah mencapai 34% di tahun 2017. Meskipun saat ini ROE turun ke angka 15%. Mengapa? Karena pengaruh kerugian dari Vidio.com, sehingga terlihat digambar dibawah net profit SCMA berfluktuatif. Padahal jika kita lihat pendapatan selalu mengalami pertumbuhan setiap tahunnya (kecuali tahun 2020 karena efek pandemi).

SCMA termasuk emiten yang kurang bergantung dengan utang dalam operasionalnya. Terlihat dari angka DER yang hanya sebesar 0,33 kali. Artinya utang/liabilitas hanya sekitar 33 persen dari ekuitas. Likuiditas sendiri juga cukup baik dan likuid dengan liquidity ratio (aset lancar dibandingkan dengan liabilitas lancar) sebesar 4,31 kali.

Cash SCMA juga terlihat masih besar. Dimana cash ratio sebesar 1,32 kali. Hal ini juga karena efek investasi yang baru masuk ke Vidio.com ditahun 2022 ini. Diantaranya adalah dari Grab, PT Dian Swastika Sentosa, PT Bali Bintang Sejahtera Tbk. sebanyak $ 45 juta. 

Jadi, bagaimana pendapatmu terkait SCMA? Apakah momen piala dunia akan meningkatkan pendapatan di akhir tahun ini? Apakah layak untuk masuk ke portofolio investasi kita? Apakah Vidio akan mampu meraih laba di masa depan? Sampaikan pendapatmu di kolom komentar.

Suka dengan artikel ini? Yuk sharing ke temen-temen kamu ya. Semoga bermanfaat!

Yoga Ahmad Gifari (Rusia)
Stock market Analyst & enthusiastic with sharia stock market.

You may also like

Leave a Comment

-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00