Bank apa ini kok saya tidak pernah dengar? Apa tidak salah ketik? BTPN Mungkin maksudnya?
Kami tidak typo menuliskan artikel ini. Wajar tidak banyak tahu karena ukuran asetnya belum sebesar BRI dan BCA. BTPS sempat fenomenal ketika IPO di pertengahan tahun 2018. Bank syariah yang katanya lebih profitable dibandingkan dengan bank syariah lain disambut meriah oleh para investor.
Harga sahamnya terus naik hingga hampir 500% di awal tahun 2021. Setelah itu, harga sahamnya turun hingga ke harga 1800an akibat pandemi. Saat ini, harga saham BTPS kembali naik hingga ke harga 2800an.
Lalu, bagaimana kinerja bisnis dari BTPS? Beneran lebih profitable dari bank BRI dan BCA? Simak terus artikel ini hingga akhir.
Bank BTPN Syariah Tbk. (kode emiten: BTPS) adalah bank hasil spin-off dari Bank BTPN Tbk. pada tanggal 14 Juli 2014. Sebelumnya BTPS berdiri sebagai unit usaha syariah dari BTPN dan hasil konversi dari PT Bank Sahabat Purba Danarta (BSPD).
Pada tanggal 8 Mei 2018, BTPS resmi melantai di bursa dengan menawarkan saham baru sebanyak 770,37 juta lembar saham.
BTPS merupakan satu-satunya bank yang fokus melayani segmen prasejahtera produktif yang belum tersentuh oleh layanan perbankan.
Selain itu, BTPS juga memberikan kegiatan pemberdayaan dan literasi keuangan bagi perempuan di segmen ini dan memberikan akses, layanan serta produk perbankan sesuai prinsip syariah sehingga mereka dapat mewujudkan impian meraih kehidupan yang lebih baik.
BTPS saat ini dimiliki oleh Bank BTPN Tbk sebagai pemegang saham mayoritas sebesar 70%, 29,97% dimiliki oleh publik dan 0,03% saham treasuri.

Model Bisnis Yang Unik & Inovatif
Secara umum bisnis model perbankan itu sama saja. Jika anda belum memahami, anda bisa membaca artikel kami sebelumnya disini.
Porsi dana pihak ketiga (DPK) yang diterima oleh BTPS didominasi oleh dana mahal atau deposito Mudharabah sebesar 80%. Sisanya, 20% dalam bentuk tabungan atau wadiah.
Supaya dapat menarik minat nasabah untuk menitipkan dananya, BTPS menawarkan tingkat bagi hasil yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan deposito di bank konvensional. Per Juni 2021, BTPS memberikan tingkat bagi hasil sebesar 4,97% untuk deposito mudharabah 1 bulan. Bandingkan dengan rata-rata bank lain yang saat ini hanya memberikan bunga deposito 3 – 4% saja.
Dalam menjalankan bisnisnya, BTPS hanya didukung oleh 26 kantor cabang. Cukup sedikit dibandingkan bank-bank lain. Jumlah karyawan BTPS per 30 Juni 2021 adalah 12.110 orang.
Dari segi portofolio pembiayaan, BTPS hanya fokus untuk melayani segmen prasejahtera produktif khususnya perempuan. Karena segmen ini biasanya tidak mempunyai jaminan, BTPS menawarkan pembiayaan dengan margin keuntungan yang tinggi atas kompensasi resiko yang harus mereka tanggung. Margin keuntungan yang diambil oleh BTPS sebesar 25 – 30%.
Untuk memitigasi resiko yang besar ini, BTPS membangun sistem komunitas untuk para “krediturnya” dan dibimbing oleh para community officer dari pihak BTPS sebagai pembimbingnya. Setiap anggota akan mengadakan pertemuan rutin setiap dua minggu sekali untuk bimbingan intensif dan membayar cicilan pembiayaan.
Jika ada anggota yang mengalami masalah terkait cicilan, komunitas akan membantu dalam bentuk uang solidaritas. Asal anggota tersebut tetap punya itikad baik untuk melunasi dan dapat terus melanjutkan usahanya.

Profitabilitas dan Pertumbuhan Yang Tinggi
Margin keuntungan yang tinggi mengakibatkan BTPS punya profitabilitas yang tinggi dan bahkan mampu melebihi profitabilitas dari duo bank dengan aset besar di Indonesia, BBCA dan BBRI.
Selain itu, rasio asset turnover (penghasilan dibagi dengan total aset) BTPS juga lebih tinggi dari bank lainnya. Ini karena model bisnis BTPS yang tidak mengharuskan mereka mempunyai banyak kantor cabang.

Jumlah pembiayaan yang disalurkan BTPS bertumbuh dengan pesat. Sebelum pandemi, pembiayaan BTPS bertumbuh CAGR 22% dari tahun 2016 – 2019. Apalagi setelah ada dana segar yang masuk lewat skema IPO di tahun 2018, pembiayaan mereka bertumbuh 23% dari tahun sebelumnya.
Bahkan di masa pandemi, pembiayaan mereka masih bisa bertumbuh. Per Juni 2021, pembiayaan BTPS bertumbuh 5,5% dibandingkan tahun penuh 2020.

Tidak heran, jika pendapatan dan laba bersih ikut bertumbuh sebesar >20% tiap tahunnya sebelum pandemi. Di tahun 2020, laba bersih menurun sebesar 63,7% karena pembentukan saldo CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai aset produktif dan non-produktif) untuk mengantisipasi penurunan nilai pembiayaan selama pandemi.

Bagaimana BTPS Mengelola Resiko Bisnis
Kita bisa mengukur tingkat pengelolaan resiko dari rasio NPF (Non Performing Financing) , FDR (Financing to Deposit Ratio) dan coverage ratio.
Pada Q2 2021, rasio NPF bruto BTPS sebesar 2,38%, meningkat dari sebelumnya hanya 1,79% di Q2 2020. Dampak pandemi mulai terlihat pada pembiayaan yang disalurkan BTPS setelah ditahun sebelumnya terdapat kebijakan restrukturisasi dari OJK. Sehingga pembiayaan yang direstrukturisasi bisa diakui kembali ke kategori pembiayaan lancar.
Angka FDR BTPS selalu konsisten diatas 90%. Bahkan ditahun 2020, FDR BTPS sebesar 97%. Angka FDR yang tinggi (hingga mencapai 100%) menandakan BTPS terlalu agresif dalam menyalurkan pembiayaannya dibandingkan dana pihak ketiga ada pada mereka.
Ini juga menandakan BTPS belum mampu memacu peningkatan dana pihak ketiga agar bertumbuh seimbang dengan pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan.
Coverage ratio menghitung perbandingan saldo CKPN dibandingkan dengan jumlah pembiayaan yang bermasalah. Secara historis coverage ratio BTPS selalu diatas 100%. Bahkan di tahun 2020 coverage ratio mencapai 466%. BTPS sudah bersiap jika seandainya seluruh pembiayaan bermasalahnya ternyata macet dan harus dihapus buku.

Penutup
Peluang pertumubuhan BTPS sendiri masih cukup luas. BTPS saat ini hanya bermanuver di wilayah Jawa dan Sumatera. Di wilayah lain masih cukup banyak masyarakat prasejahtera yang masih butuh layanan keuangan dan juga bimbingan dalam berusaha.
Selain itu, BTPS bisa mengeksplorasi fee-based income melalui kerjasama dengan pihak ketiga seperti fintech dan e-commerce dalam pengembangan layanan produk finansial maupun non-finansial.

Per 3 September 2021, market cap BTPS sebesar 22,65 Triliun. Harga sahamnya sudah kembali naik dan sekarang dihargai Rp 2940 per lembar saham. Rasio PER 14,71 kali dan PBV 3,54 kali.
Mulai tahun 2020 tahun lalu, BTPS mulai membagikan deviden kepada pemegang sahamnya dengan DPR (Dividend Payout Ratio) 25 – 30%.
Bagaimana pendapat anda? Apakah saham BTPS layak beli atau tidak? Silahkan sampaikan pendapat anda di kolom komentar.
Disclaimer: Artikel ini bukan ajakan untuk membeli dan hanya untuk kepentingan edukasi. Tetap melakukan analisa dan keputusan investasi sendiri. Your money, your decision.
