PT Cikarang Listrindo Tbk (kode saham: POWR) merupakan salah satu perusahaan listrik swasta terlama yang ada di Indonesia. Mulai beroperasi tahun 1993, kemudian listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2016. POWR melayani kebutuhan pasokan listrik pada 5 (lima) kawasan industri yang terdiri dari Kawasan Industri Jababeka, Lippo Cikarang, Hyundai, East Jakarta Industrial Park (EJIP) dan Kota Industri MM-2100, untuk berbagai industri yang beroperasi di kawasan-kawasan tersebut.
Selain itu, POWR juga menjual listriknya ke PLN dengan kontrak jangka panjang sejak tahun 1996. Di tahun 2021, total POWR memasok listrik sebesar 150 MW ke PLN.
Model Bisnis
Salah satu prinsip yang harus dipegang dalam berinvestasi saham adalah memahami bisnis model perusahaan. Bisnis yang dijalankan oleh POWR cukup sederhana. POWR membangun infrastruktur pembangkit listrik, kemudian membeli bahan bakar untuk menghasilkan listrik (gas dan batubara). Setelah itu, mendistribusikan listriknya kepada perusahaan-perusahaan yang menjadi kliennya. Mudah dipahami.
Untuk bahan bakar, perusahaan membeli pasokan batubara dari PT Antang Gunung Meratus dan PT Adaro Indonesia. Untuk pasokan gas dari PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
Saat ini POWR mempunyai 3 (tiga) pembangkit listrik berbahan bakar gas dan batubara serta 1 (satu) tower distribusi dan transmisi dengan total kapasitas terpasang sebesar 1144 MW. Sejak tahun 2019, POWR sudah mulai serius mengembangkan proyek pembangkit listrik dengan menggunakan sumber energi baru terbarukan (EBT), yaitu solar pannel dan biomassa. Total kapasitas pemasangan panel suryanya sudah mencapai 200 kWp (kilowatt-peak).
Secara keseluruhan pelanggan POWR meliputi perusahaan lokal dan asing/multinasional yang bergerak dalam beberapa sektor industry antara lain: otomotif, elektronik, plastik, makanan dan kimia. Jumlah pelanggan POWR setiap tahunnya terus mengalami kenaikan, tercatat hingga September 2020 jumlah pelanggan POWR mencapai 2.483.
Perusahaan yang menjadi klien POWR relative loyal. Berdasarkan data dari Public Expose 2020, 68% pelanggan POWR memiliki kontrak hingga mencapai 10 tahun. Sehingga, pendapatan POWR cukup terjamin dalam beberapa waktu kedepan. Selain itu, tingkat churn rate (berapa persen pelanggan yang tidak melanjutkan hubungan kerjasama) & piutang tak tertagihnya < 1% saja. Ini menjadi keunggulan kompetitif tersendiri yang dimiliki POWR.
Lokasi yang cukup strategis juga menjadi keunggulan lain yang dimiliki POWR. 5 (lima) kawasan industry yang dilayani POWR masih memiliki land bank yang cukup luas. Sehingga, perusahaan yang berdiri dikawasan industri jumlahnya kedepan akan berpotensi terus bertambah. Ini akan menjadi peluang pertumbuhan baru bagi pendapatan POWR.
Kinerja Kuantitatif POWR
Selanjutnya, mari kita bedah kinerja perusahaan lewat laporan keuangannya. Semenjak IPO di tahun 2016, kinerja POWR cukup stabil dan cenderung stagnan. Bisa kita lihat dari tabel pendapatan dan laba bersih perusahaan dibawah.
Pada tahun 2020, pendapatan dan laba bersih perusahaan turun 16% dan 34% karena imbas pandemi. Namun, CAGR (Compounded Anual Growth Rate) pendapatan dan laba bersih dari tahun 2015 – 2019 berada diangka 3% dan 5%. Laba bersih cenderung lebih fluktuatif, dikarenakan ada keuntungan/kerugian dari foreign exchange.
Selanjutnya, bagaimana dengan profitabilitas POWR? Mari kita ukur profitabilitasnya dengan 2 rasio, yaitu ROE (Return on Equity) dan ROIC (Return on Invested Capital). Rumus ROIC adalah sebagai berikut:
Konsep ROIC dan ROA (Return on Asset) sama, yaitu mengukur imbal hasil bersih terhadap keseluruhan modal yang diinvestasikan, baik ekuitas maupun utang. Bedanya, ROA masih memasukkan liabilitas tidak berbunga yang sebenarnya bukan modal yang diinvestasikan dan tidak berharap imbal hasil.
Bisa dilihat dari grafik diatas, ROE dan ROIC dari tahun 2017 – 2020 cukup fluktuatif. Hal ini dikarenakan beban foreign exchange yang juga fluktuatif. Hebatnya, rasio ROE-nya selalu berada diats 10%. Di tahun 2020 pun yg mana laba bersih turun sebesar 34% pun perusahaan masih meraih ROE 11%.
Selain ROE dan ROIC, free Cashflow (FCF) juga tidak kalah penting untuk kita perhatikan. Sebagai pemilik bisnis atau pemegang saham, nilai sejati dari bisnis adalah berapa banyak FCF yang bisa dihasilkan perusahaan setelah dikurangi pembayaran hutang dan kebutuhan reinvestasi.
Ada dua jenis FCF yang kita gunakan, yaitu Free Cashflow to Firm (FCFF) & Free Cashflow to Equity (FCFE). FCFF menghitung, berapa banyak arus kas bersih yang tersisa untuk membayar beban bunga & pokok kepada kreditor. Sedangkan, FCFE menghitung berapa banyak arus kas bersih yang tersisa untuk pembagian deviden kepada pemegang saham.
Bisa dilihat dari grafik diatas, FCFF & FCFE yang dihasilkan POWR cukup besar. Kecuali ditahun 2016, dengan dana IPO yang didapat perusahaan melunasi hutang jangka panjangnya. Sehingga, FCFE yang dihasilkan minus. Margin FCFF & FCFE yang cukup tebal dan kebutuhan reinvestasi yang kecil menandakan jika bisnis POWR sudah memasuki tahap mature.
Rasio GPM dari 2015 – 2020 semakin membaik. Hal ini karena harga batubara yang terus turun semenjak boom commodity Indonesia di tahun 2014. Rasio OPM dan NPM fluktuatif dikarenakan beban foreign exchange.
Rasio DER diangka 100% namun terus membaik. Begitupun juga dengan DER khusus hutang berbunganya. Terlihat ngeri-ngeri sedap ya DER 100%. Coba kita lihat akun liabilitas di laporan keuangan Maret 2021.
Ternyata yg membuat angka DER-nya besar, karena perusahaan masih mempunya hutang jangka panjang sekitar AS$541 juta yang akan jatuh tempo pada 14 September 2026. Masih ada waktu sekitar 5 tahun lagi untuk jatuh tempo. Namun, yang paling menarik tingkat bunganya hanya 4,95%. Ini menandakan kepercayaan kreditor terhadap prospek POWR yang mampu terus membayar bunga hutang dan pokoknya sampai jatuh tempo.
Current ratio dan Cash ratio juga menunjukkan bahwa POWR tidak mengalami kesulitan liquiditas dalam jangka pendek.
Yang paling menggiurkan dari POWR adalah deviden yang secara royal dibagikan kepada pemegang sahamnya. Deviden payout ratio selalu >55% semenjak IPO. Apalagi devidennya dibagikan 2 kali dalam setahun. Deviden yield sekitar 8 – 9% yg didapat pun lebih tinggi dari bunga deposito 3-4%.
Valuasi
Berdasarkan data terakhir, POWR saat ini ditransaksikan di PBV 1 kali dan PER 8,79 kali. Harga saham POWR terus terun dari harga awal IPO dan saat ini ditransaksikan di harga 600an. Ini bisa menjadi peluang menarik karena beli diharga sekarang kita bisa mendapatkan yield dividen dikisaran 8 – 9%.
Mari kita menghitung valuasi POWR dengan metode DCF (Discounted Cash Flow) menggunakan deviden. Kenapa kita menggunakan deviden? Karena deviden merupakan arus kas bersih nyata yang didapat investor ketika memegang sebuah saham. Setelah itu, kita diskonkan menggunakan discount rate untuk mendapatkan nilai di masa sekarang.
Dapat disimpulkan, jika POWR memiliki nilai intrinsik sebesar Rp 830. Akan sangat menarik jika kita bisa membeli emiten ini di harga Rp 580 dengan margin of safety (MOS) sebesar 30%.