Kenapa Saat Ada Perang Seperti Israel-Iran IHSG Bisa Tertekan?

by Minsya
3 minutes read

Konflik geopolitik seperti perang antara Israel dan Iran tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga memiliki imbas signifikan terhadap pasar keuangan global, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia. Perang menciptakan ketidakpastian global yang luas, dan pasar modal sangat sensitif terhadap ketidakpastian ini. Berikut adalah beberapa alasan utama mengapa IHSG cenderung melemah saat terjadi konflik berskala besar.

Ketidakpastian Global Memicu Kepanikan Investor

Dalam dunia investasi, ketidakpastian adalah musuh utama. Ketika terjadi perang, khususnya di kawasan strategis seperti Timur Tengah, investor global cenderung mengambil langkah defensif. Mereka khawatir risiko geopolitik bisa berdampak pada stabilitas ekonomi dunia. Alhasil, banyak investor institusional maupun ritel memilih menarik investasinya dari pasar saham dan mengalihkan dana ke instrumen yang dianggap aman (safe haven) seperti emas, obligasi pemerintah, atau dolar AS.

Hal ini berdampak langsung pada pasar modal di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ketika banyak saham dijual dan sedikit yang membeli, tekanan jual menyebabkan IHSG turun. Data historis menunjukkan bahwa pada saat-saat konflik seperti invasi Rusia ke Ukraina tahun 2022 atau ketegangan AS-Tiongkok, IHSG sempat terkoreksi signifikan karena investor menghindari risiko.

perang
Source by : Shuterstock

Lonjakan Harga Minyak Dunia dan Dampaknya ke Inflasi Domestik

Timur Tengah merupakan pusat produksi dan distribusi minyak dunia. Ketika konflik meletus di wilayah ini, distribusi minyak bisa terganggu, yang memicu lonjakan harga minyak mentah global. Sebagai contoh, saat ketegangan Israel-Iran meningkat, harga minyak jenis Brent pernah menembus level USD 90 per barel.

Indonesia yang masih mengimpor sebagian besar kebutuhan BBM-nya sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak. Harga BBM yang tinggi berimbas langsung pada naiknya biaya logistik, transportasi, dan produksi barang. Ini menciptakan tekanan inflasi yang berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. Inflasi yang tinggi juga mempersempit ruang konsumsi rumah tangga, yang merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Akibatnya, sektor-sektor konsumsi, industri, hingga transportasi di bursa saham tertekan karena prospek profitabilitasnya ikut suram.

Penarikan Dana oleh Investor Asing (Capital Outflow)

Meskipun konflik tidak terjadi di Indonesia, aliran modal asing sangat dipengaruhi oleh kondisi global. Ketika bursa saham di negara maju seperti AS atau Eropa terpukul karena perang, investor asing cenderung menarik dananya dari negara berkembang untuk menutup kerugian atau menghindari risiko lebih lanjut.

Indonesia sangat bergantung pada aliran modal asing, khususnya di pasar saham dan obligasi. Data dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa porsi kepemilikan asing di saham-saham big cap masih cukup besar. Oleh karena itu, saat mereka menjual saham dalam jumlah besar, pasar langsung merespons dengan penurunan tajam. Hal ini diperparah oleh efek domino: penurunan harga saham mendorong aksi jual lanjutan dari investor lokal yang ikut panik.

Pelemahan Nilai Tukar Rupiah dan Beban Ekonomi Tambahan

Capital outflow oleh investor asing mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap dolar AS, karena mereka menukar rupiah untuk menarik modal. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang melemah menambah beban impor barang dan bahan baku industri.

Akibatnya, perusahaan-perusahaan yang tergantung pada bahan baku impor akan menghadapi peningkatan biaya produksi. Hal ini bisa menurunkan margin keuntungan mereka, yang membuat prospek saham-saham sektor manufaktur, konsumsi, dan energi makin tidak menarik bagi investor.

Selain itu, rupiah yang terdepresiasi juga memperbesar risiko inflasi. Bank Indonesia pun mungkin akan terpaksa menaikkan suku bunga untuk menstabilkan rupiah, dan langkah ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi secara umum

Singkatnya, Perang seperti konflik Israel-Iran menciptakan kekhawatiran dan ketidakpastian. Harga minyak naik, rupiah melemah, dan investor asing menarik dana. Semua itu menyebabkan tekanan besar pada pasar saham, dan akhirnya IHSG ikut turun. Dampak perang terhadap IHSG bukan hanya karena peristiwa itu sendiri, tetapi karena efek berantai yang ditimbulkan terhadap sentimen investor, harga energi, aliran modal, dan stabilitas makroekonomi domestik.  

Bagaimana nih Sobat Minsya, portonya masih ikut merah seperti IHSG atau ikut kapal emas dan migas? 

Suka dengan artikel ini? Yuk sharing ke temen-temen kamu ya. Semoga bermanfaat!

You may also like

Leave a Comment

-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00