Cryptocurrency telah menjadi topik pembicaraan yang hangat dalam beberapa tahun terakhir. Mata uang digital ini, pertama kali diperkenalkan melalui Bitcoin pada tahun 2009, telah mengubah cara kita memandang uang dan sistem keuangan secara umum. Namun, bagi banyak orang yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan mereka, pertanyaan yang sering muncul adalah apakah ada crypto yang mematuhi aturan syariah Islam. Artikel ini akan menjelaskan konsep cryptocurrency syariah dan melihat beberapa alternatif yang ada.
Dalam Islam, ada beberapa prinsip ekonomi dan keuangan yang harus diikuti oleh umat Muslim. Beberapa di antaranya termasuk larangan riba (bunga), larangan perjudian, dan larangan investasi dalam bisnis yang melibatkan alkohol atau babi. Oleh karena itu, crypto yang dapat dianggap syariah harus mematuhi prinsip-prinsip ini.
Bitcoin dan Cryptocurrency Konvensional
Bitcoin adalah cryptocurrency pertama dan masih merupakan yang paling populer saat ini. Namun, banyak ahli syariah telah mengemukakan berbagai pandangan tentang apakah Bitcoin mematuhi prinsip-prinsip syariah. Beberapa masalah yang muncul termasuk:
- Riba: Sebagian besar ahli syariah sepakat bahwa perdagangan Bitcoin dalam jumlah yang tidak terbatas dapat melibatkan unsur riba. Ini karena nilai Bitcoin dapat berfluktuasi secara signifikan dalam waktu singkat, yang dapat menghasilkan keuntungan atau kerugian besar.
- Spekulasi: Beberapa orang melihat perdagangan Bitcoin sebagai bentuk spekulasi, yang dapat dianggap mirip dengan perjudian. Prinsip syariah melarang perjudian, dan ini telah memunculkan pertanyaan tentang apakah berinvestasi dalam Bitcoin adalah aktivitas yang sesuai dengan prinsip-prinsip ini.
- Transparansi: Salah satu prinsip utama dalam syariah adalah transparansi dalam transaksi keuangan. Bitcoin adalah mata uang digital yang beroperasi di luar sistem perbankan tradisional, yang membuatnya sulit untuk memantau transaksi dengan tingkat transparansi yang memadai.
Karena masalah-masalah ini, banyak orang yang menerapkan prinsip syariah dalam kehidupan mereka mungkin ragu untuk berinvestasi dalam Bitcoin atau crypto konvensional lainnya.
Cryptocurrency Syariah
Meskipun ada banyak kontroversi seputar crypto konvensional dan apakah mereka sesuai dengan prinsip syariah, beberapa upaya telah dilakukan untuk mengembangkan cryptocurrency yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Salah satu contoh yang sering dibicarakan adalah OneGram. OneGram adalah crypto yang didukung oleh emas fisik dan didesain untuk mematuhi prinsip-prinsip syariah. Konsep di balik OneGram adalah menghilangkan elemen spekulatif yang sering terkait dengan cryptocurrency lainnya dan menggantinya dengan aset yang lebih stabil, yaitu emas. Ini membuatnya lebih cocok untuk investasi dalam konteks syariah.
Selain OneGram, beberapa proyek lain telah mencoba untuk mengembangkan crypto syariah, dan beberapa negara Muslim telah mengambil langkah-langkah untuk mengatur dan mendukung pengembangan crypto yang sesuai dengan prinsip syariah.
Kesimpulan
Kesimpulannya, munculnya istilah Cryptocurrency Syariah adalah respons terhadap kebutuhan umat Islam untuk berpartisipasi dalam dunia crypto dengan tetap mematuhi prinsip-prinsip Syariah. Beberapa crypto telah dirancang khusus untuk memenuhi persyaratan ini dan dapat menjadi pilihan yang menarik bagi mereka yang ingin berinvestasi atau bertransaksi dalam lingkungan yang sesuai dengan keyakinan agama Islam. Namun, penting untuk selalu berhati-hati dan melakukan penelitian menyeluruh sebelum terlibat dalam crypto apa pun, termasuk yang mengikuti prinsip Syariah, karena risiko finansial yang terkait dengan aset digital ini menjadi tanggung jawab pribadi.
Pendapat Ulama Indonesia Tentang Cryptocurrency
Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7, yang berlangsung dari tanggal 9 hingga 11 November di Jakarta, secara resmi ditutup oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas pada hari Kamis, tanggal 11 November.
Pertemuan Ijtima Ulama dihadiri oleh sekitar 700 peserta. Peserta tersebut terdiri dari berbagai unsur, termasuk Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, serta pimpinan dari berbagai komisi, badan, dan lembaga di MUI Pusat.
Selain itu, dalam pertemuan ini juga dihadiri oleh pimpinan dari MUI Provinsi, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi, pimpinan dari Majelis Fatwa Organisasi Kemasyarakatan Islam, pimpinan pondok pesantren, serta pimpinan dari Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di seluruh Indonesia.
Acara rutin tiga tahunan ini telah mencapai kesepakatan tentang 17 poin pembahasan, salah satunya adalah mengenai Hukum Cryptocurrency.
Hasil lengkap dari diskusi tentang Hukum Cryptocurrency adalah sebagai berikut:
Ketentuan Hukum
Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang adalah dinyatakan haram menurut hukum Islam, karena crypto mengandung unsur gharar (ketidakpastian), dharar (kerugian), dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 serta Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.
Cryptocurrency sebagai komoditas/aset digital tidak sah untuk diperdagangkan menurut hukum Islam, karena crypto mengandung unsur gharar (ketidakpastian), dharar (kerugian), qimar (judi), dan tidak memenuhi syarat syar’i sil’ah, yaitu harus memiliki wujud fisik, memiliki nilai, jumlah yang pasti, hak milik yang jelas, dan dapat diserahkan kepada pembeli.
Cryptocurrency dapat dianggap sah untuk diperdagangkan sebagai komoditas/aset jika memenuhi syarat sebagai sil’ah, memiliki aset dasar yang jelas, serta memberikan manfaat yang nyata.
Suka dengan artikel ini? Yuk sharing ke temen-temen kamu ya. Semoga bermanfaat!
Achmad Abdul Arifin: Seorang Trader Saham Syariah yang Mempunyai Motto "Menjadi Tak Terlihat dan Melampauinya"