Tepatnya 24 Maret 2020, IHSG mengalami penurunan signifikan sebesar hampir 40% dari nilai tertinggi di 2019 yaitu 6.636 hingga mendekati 3900. Market Risk memang sangat sulit dihindari sebesar dan sekuat apapun emiten itu.
Wabah covid membuat hampir seluruh kinerja perusahaan anjlok, bagaimana tidak, semua orang dipaksa untuk tidak keluar rumah sehingga perputaran barang dan jasa terganggu. Sekilas hampir dipastikan kinerja industri manufaktur akan terdampak sangat signifikan bahkan hingga mengalami kerugian.
Tapi hal itu tidak terjadi pada PT Arwana Citramulia, Tbk perusahaan dengan kode emiten ARNA.
Saham ARNA
Perusahaan yang bergerak di industri keramik sejak tahun 1995 tetap konsisten membukukan kenaikan laba bersih setidaknya sejak tahun 2016. Di akhir tahun 2020 ARNA mampu meningkatkan laba bersih sebesar hampir 50% dari laba bersih tahun 2019 yang sebelumnya sebesar 215,5 Milyar menjadi 323 Milyar. Pencapaian yang luar biasa saat sebagian besar industri justru mengalami penurunan laba bahkan merugi.
Pencapaian laba bersih ARNA selain berasal dari peningkatan penjualan juga ditopang dengan penurunan biaya produksi.
Volume penjualan tahun 2020 sebetulnya tidak naik signifikan, tumbuh hanya 2.8% dari penjualan tahun 2019 namun nyatanya dapat meningkatkan laba dengan sangat signifikan. Hal ini bisa dijelaskan dari grafik berikut :
ARNA memiliki 3 (tiga) kategori produk yaitu Best Buy, Reguler dan Digi Uno dengan margin masing-masing sebesar 22%, 29% dan 36%. Dari tahun 2015 produk Digi Uno dengan margin terbesar terus mengalami kenaikan sehingga dengan volume penjualan yang tetap pun laba yang dihasilkan akan lebih tinggi.
Pada sisi biaya produksi, perusahaan terus berusaha melakukan efisiensi, salahsatunya dari segi mesin produksi agar bisa menghemat pemakaian bahan baku dan gas industri. Selama 5 tahun Gross Profit Margin rata-rata mencapai 25% (Tabel 2)
Dari sisi utilisasi, lagi-lagi perusahaan secara konsisten mampu menunjukkan kinerja maksimal, bahkan di tahun 2020 utilisasi mencapai 102.7%. Tahun 2020 lalu, fasilitas produksi pabrik di Mojokerto sudah dibangun dan direncanakan sudah mulai beroperasi di tahun 2021 yang dialokasikan untuk menghasilkan produk untuk segmen menengah ke atas.
Sampai dengan Laporan Keuangan kuartal II, penulis masih melihat adanya konsistensi pertumbuhan penjualan dan efisiensi bahan baku. Secara YoY penjualan naik 25% dengan GPM di level 35%.
Selain didukung faktor kinerja internal perusahaan, beberapa katalis positif juga datang dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Penurunan harga gas industri sejak April 2020 dari USD9/MMBTU menjadi USD6/MMBTU, juga masuknya negara seperti India dan Vietnam kedalam list safeguard (pembatasan import barang) sehingga otomatis persaingan di industri keramik dalam negeri akan berkurang.
Baca Juga : Value Trap, Saham dan Mobil Bekas
Valuasi
Saat artikel ini dibuat, ARNA berada di harga Rp 735 per lembar saham (marketcap Rp 5.3 Triliun), dengan PER 12x dan PBV 4x. Dengan valuasi seperti itu tentu ARNA sudah tidak bisa dibilang murah. Sangat mungkin terjadi koreksi apalagi selama 1 tahun terakhir harga sahamnya sudah naik sekitar 60%.
Konsistensi peningkatan kinerja didukung ekspansi bisnis yang dilakukan tentu jadi daya tarik bagi investor, namun efisiensi yang dilakukan tentu ada batasannya, perlu diantisipasi juga terkait faktor eksternal berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat berubah setiap saat.
Cukup wajarkah harga sahamnya saat ini? Atau memilih wait and see sampai harga sahamnya cukup murah? Dalam jangka panjang tentu kinerja yang akan menjawab semuanya.
Disclaimer : Jangan takut ketinggalan kereta, karena berada di kereta yang salah jurusan akan lebih menakutkan lagi. Artikel ini dibuat untuk tujuan edukasi, tidak ada anjuran menjual / membeli. Silakan analisa lebih dalam sebelum memutuskan. Your money, your responsibility.